Klaten-Melihat banyaknya krisis moral yang ada saat ini tentu adanya suatu pendidikan religi menjadi salah satu solusi terbaik untuk menyelamatkan karakter generasi penerus bangsa ini. Sebagai bangsa dengan mayoritas penduduk beragama Islam, maka pendidikan keagamaan dan akhlak dapat dimulai sejak usia dini. Pendidikan religi yang anak usia dini dapat dilakukan secara informal melalui keluarga maupun lingkungan sosial masyarakat, salah satu bentuknya melalui Taman Pendidikan Alquran (TPA/TPQ).
Berkaitan dengan hal tersebut diatas Kantor Kementerian Agama Kab.Klaten seksi PD Pontren mengadakan Rapat Koordinasi Lembaga Pendidikan Keagamaan Islam di Lingkungan Kantor Kementerian Agama Kab. Klaten, bertempat di TPQ Al Hidayah Merbung Cilik Tegalyoso Klaten Selatan, yang dihadiri 37 peserta dari pengurus/ustadz/ustadzah pembina TPQ, pengurus Badko TPQ Kabupaten Klaten.
Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA/TPQ) adalah unit pendidikan non-formal jenis keagamaan berbasis komunitas muslim yang menjadikan al-Qur’an sebagai materi utamanya, demikian yang disampaikan Drs.H.Bakri, M.Pd Kasi PD Pontren Kemenag Klaten dalam acara tersebut.
Bakri menjelaskan bahwa nilai kepedulian dan rasa cinta tanah air mulai memudar dari sanubari masyarakat. Pendidikan lebih difokuskan pada bidang akademiknya saja, sedangkan yang menyangkut pendidikan moral spiritual belum menjadi fokus perhatian. Hal tersebut sangat kontras dengan kepribadian bangsa Indonesia yang sejatinya merupakan bangsa yang memegang teguh adat ketimuran yang adi luhung yang berarti bahwa bangsa Indonesia mempunyai nilai spiritualisme yang tinggi.
Marilah ustad/ustadzah untuk merapatkan barisan secara penuh keikhlasan untuk mendidik dengan sebaik-baiknya, TPA/TPQ yang sudah ada kita kelola dengan baik dengan manajemen, silabus dan kurikulum yang telah ditetapkan dengan tepat, sehingga dapat berkembang dan menghasilkan generasi yang mampu membaca dengan benar, tahu arti dan maknanya, ajak Bakri.
Pengajar TPA/TPQ (ustadz/ustadzah) dalam menyampaikan materi (akhlaq, BTAQ, syariah, dan sebagainya) sebisa mungkin dengan penuh pemahaman dan kekeluargaan, jauh berbeda dengan pendidikan formal di sekolah yang hanya menekankan ketuntasan standar nilai tertentu (KKM). Peserta didik (santri/santriwati) TPA/TPQ akan mendapatkan pendampingan yang lebih intensif dibandingkan pendidikan formal di sekolah.
Hal ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa nyaman dalam belajar sehingga materi yang disampaikan lebih mudah dipahami, lebih jauh lagi agar lebih mudah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, tegasnya.
Diharapkan ustad/ustadzah/pembina/pengurus TPA/TPQ dengan kegiatan ini dapat saling bertukar pikiran untuk kemajuan bersama, untuk menyelamatkan generasi muda bangsa Indonesia.(AgusJun)