Klaten-Tugas penyuluh agama Islam sekarang ini berhadapan dengan suatu kondisi masyarakat yang berubah dengan cepat yang mengarah pada masyarakat fungsional, masyarakat teknologis, masyarakat saintifik dan masyarakat terbuka. Dengan demikian, setiap penyuluh agama secara terus menerus perlu meningkatkan pengetahuan, wawasan dan pengembangan diri, dan juga perlu memahami visi penyuluh agama serta menguasai secara optimal terhadap materi penyuluhan agama itu sendiri maupun teknik menyampaikannya. Sehingga ada korelasi faktual terhadap kebutuhan masyarakat pada setiap gerak dan langkah mereka.
Penyuluh agama Islam fungsional se eks karesidenan Surakarta mengadakan pembinaan penyuluh dengan tema “peningkatan peran penyuluh agama islam dalam mengimplementasikan tata nilai dan budaya kerja pada kementerian agama” yang bertempat di Aula Al Ikhlas Kemenag Klaten (11/12), dengan menghadirkan Dirjen Bimas Islam Kemenag RI Prof.Dr.Makhasin,MA, yang diikuti oleh seluruh penyuluh se eks karesidenan Surakarta, dan ketua pokjaluh kab/kota se Jawa Tengah.
Dalam pembinaannya Dirjen Bimas Islam Kemenag RI menyampaikan, penyuluh mempunyai pesaing di dalam masyarakat dalam memberikan penyuluhan, diantaranya Ulama, pemegang otoritas dan lebih berkuasa. Berhadapan dengan masyarakat yang terus bergerak, masyarakat punya guru yang lain dengan seiring perkembangan IT yang bernama “google”, tanya apa saja pada google akan dijawab dan tahu, jelas Dirjen.
Ditambahkan, penyuluh kalah dengan media sosial seperti twitter, sms, WA, facebook, email, bbm. Masyarakat mendapatkan penerangan dari medsos, padahal itu tidak jelas siapa yang bertanggung jawab, tegas dirjen.
Tugas penyuluh menjadi sangat berat dengan adanya ke tiga pesaing diatas, untuk itu ibarat penyuluh itu seperti api yang memanaskan tanpa membakar, membuat masyarakat yang disuluh menjadi bergerak lebih baik dan jangan sampai membuat rusak islam.
Dirjen Bimas Islam Kemenag RI menyampaikan 3 nilai yang harus disampaikan penyuluh pada masyarakat. 1) Nilai Kemanusiaan, pengamalan agama Islam tidak membuat kehilangan kemanusiaan meski berbeda aliran, jangan sampai terputus pengamalannya meski berbeda aliran. 2) Nilai ke Indonesiaan, tidak perlu mengajarkan agama yang justru mengganggu gugat hati ke Indonesiaan kita, tapi agama yang kita suluhkan harus memperkuat nilai ke Indonesiaan. Dicontohkan Dirjen, kita tidak boleh merasa kalah dengan negara lain, kita perlu memilah-milah belajar dengan bangsa lain, yang baik kita ambil dan yang jelek kita tinggalkan. 3) Nilai Kemodernan, agama yang disuluhkan tidak membuat kepribadian yang pecah, Agama Islam bisa menjadi peradaban modern dan bisa menyerap unsur-unsur yang terbaru, jika ada gerakan yang mengajak anti ini anti itu, sebagai penyuluh harus kita larang, papar Dirjen. (AgusJun)